Selamat malam sobat bloggers. Udah lama yah saya gak posting :D , biasalah sibuk kerja, sibuk urus ini urus itu. Kali ini saya mau berbagi pengalaman berharga yang tak pernah terlupakan olehku hingga saat ini. Ini merupakan postingan pertamaku dengan label Pengalamanku. Pengalaman yang begitu menyenangkan dan juga ada menegangkannya, hahaha.. Oke silahkan simak ceritanya.
Empat Tahun yang lalu, pada tanggal 12 September 2010, yaitu beberapa hari setelah Hari Idul Fitri. Saya dan dua orang keponakanku masih menerima hak untuk libur sekolah. Keponakanku yang pertama Namannya
Faizuddin Pulungan, dan adiknya
Haniful Pasca Pulungan. Disaat itu aku baru saja masuk ke SMK Negeri 1 Padangsidimpuan. Kami bertiga sedang berada di kampung halaman yaitu Pintu Langit Jae, kecamatan Angkola Julu, Kota Padangsidimpuan, tempat kelahiran ibu kami. Ibuku adalah kakak dari ibu mereka. Eh.. malah curhat :D . Dihari itu adalah hari dimana aku dan dua orang keponakanku benar benar mendapatkan pengalaman yang sangat lucu, menyenangkan, dan juga menegangkan.
Semalamnya, sebelum hari itu, Aku sudah mendapat ajakan dari Pamanku yang ada di desa Simasom, desa sebelum Pintu Langit Jae, untuk ikut bersama sobat sobatnya menyetrum ikan. Menyetrum ikan itu adalah menangkap ikan dengan suatu alat buatan sendiri yang memanfaatkan baterai yang daya dan voltasenya ditinggikan menggunakan trafo. Cara kerja sih cukup mudah, tapi bahaya juga klo kena kita. Alatnya memliki 2 tongkat panjang dari bambu yang diujungnya udah diikatkan besi yang dialiri oleh listrik, singkatnya kedua tongkat itu di masukkan kedalam air untuk menyetrum ikan hingga pingsan. Aku pun menerima ajakan itu dengan sangat senang, sebelumnya aku tidak tau sungai tempat kami akan menyetrum adalah Lubuk Larangan :D .
Aku mengajak kedua keponakanku tadi, oh ya aku lupa kedua keponakanku ini adalah abang beradik. Mereka juga sangat senang dengan ajakan ku itu. Pada sore harunya sekitar pukul lima sore kami pun berangkat ke Simasom dengan di antar oleh tulang (adik dari ibu kami). Sesampai disana kami pun berkumpul di rumah Kakek Nenekku tempat kelahiran Ayahku. Disana pamanku beserta sobat sobat nya sudah berkumpul menunggu kami. Sebelumnya aku masih bertanya tanya mengapa harus jam lima sore, kan hari udah mulai gelap, kapan pulangnya...???" gumamku dalam hati. Eh ternyata setelah aku tanya pada Pamanku itu, jawabnya "Kita harus berangkat sore, karena sungai itu lubuk larangan, biar gak ada yang lihat. hehehe.... :D ". Aku tertawa dalam hati :D. Tulangku yang tadi mengantar kami jadi tertarik untuk ikut menyetrum.
Kami pun mulai merancang strategi agar tidak ada orang desa yang curiga. Aku yang akan membawa setrumnya dan dimasukkan ke dalam karung, dan di beri aba aba jika ada yang bertanya isinya apa, jawab aja Salak :D :D :D . Lokasi sungai dari tempat kami berkumpul tidaklah terlalu jauh, namun jalan untuk kesana penuh rintangan disaat melewati bukit terjal di hutan. Kami pun mulai berangkat dengan 3 kelompok yang dibagi dengan jalur yang berbeda, karena kalo rame kan jadi mencurigakan hahahha... :D. Kami pun mulai berangkat sesuai jalur yang diatur tadi.
Setelah perjalanan sekitar 20 menit, kami pun sampai di sungai, lokasi tempat menyetrum. Disaat itu hari sudah mulai gelap. Kami pun mulai memasang alat setrumnya. Kemudian mulai menyetrum. Satu orang sobat pamanku yang memegang alat setrum, yang lainnya menunggu hasil ikan pingsan atau kata lainnya pengangkap :D.
|
Aku diatas batu :D |
20 menit berlalu, kami sudah mulai jauh dari tempat kami mulai tadi, dengan hasil yang lumayan banyak, karung mulai berat karena ikan ikan nya lumayang besar besar, juga beragam. Hari mulai gelap, Keponakanku yang paling muda udah mulai gelisah karena takut. Sedangkan aku masih tetap semangat basah basahan di air.
|
Ikan Merah hasil tangkapan |
Di sungai yang kami telusuri itu benar benar jernih, kiri kanan adalah hutan lebat, pohon pohon raksasa, bahkan kami sempat diteriaki induk elang dari atas pohon yang tinggi. Disana aku melihat jelas Burung elang itu besar dan gagah. Kami diberi aba aba agar tidak bergerak, konon katanya bisa menyerang. Setelah elang itu masuk sarang, kami lanjut menyetrum. Di gelapnya malam, sekitar jam 7, kami hanya bermodalkan beberapa mancis besenter.
Keponakanku si Pasca sudah sangat gelisah minta pulang. Akhirnya Tulangku meminta izin alias permisi agar kami duluan pulang. Kami pun meminta salah satu senter mancis yang mereka miliki. Disinilah hal paling menegangkan bagi kami. Dengan modal satu mancis bersenter led yang mulai redup, kami berempat, saya, Faiz, Pasca, dan tulangku kembali menelusuri sungai untuk pulang ke tempat awal kami tadi, karena hanya dari situlah jalan yang ada.
Kami mulai berjalan, baik dari sungai, melompati batu batu besar, juga berjalan dari pinggir sungai. Si Pasca pun sudah mulai takut, dia ingin di barisan tengah. Posisinya Tulangku di depan sebagai pemegang senter, Pasca, Aku, dan Faiz. 15 menit berlalu, kami akhirnya sampai di jalan menuju pulang. Perjuangan untuk pulangpun belum sampai disini, kami masih harus melewati semak belukar, kebun salak berduri yang jalurnya banyak. Disaat itu kami lupa jalan mana yang harus dilewati untuk pulang. Kami pun mulai mengingat ingat jalanya. Tetapi apa ??? kami malah tersesat dihutan, gelap total, semak belukar, pohon pohon raksasa, dahan pohon salak yang durinya panjang panjang, belum lagi jalur yang terjal. Kami terus mencoba coba jalan jalan setapak dihutan itu, tetapi anehnya kami tetap kembali kejalan kami mulai. Kami mulai takut, jangan jangan ada makhluk halus yang membuat kami begini.
Kami mulai gemetar, ketakutan, berkeringat, kaki kotor penuh dengan lumpur, dan si Pasca pun mulai mengeluarkan air mata :D :D :D . Sangkin paniknya aku terjatuh, terkadang mereka juga terjatuh. 30 menit berlalu, kami masih didalam hutan dengan center yang lampunya udah sangat redup. Kami pun berdoa dalam hati agar menemukan jalan pulang. Akhirnya, dengan modal jejak jejak para Pengguris/pencari karet, kami pun menemukan jalan keluar, tetapi bukan dari jalan kami datang tadi, melainkan dari pekuburan desa simasom. Kami merinding ketakutan karena di kanan kiri yang kami lewati adalah kuburan kuburan tua.
Akhirnya, dengan susah payahnya, kami pun sampai di jalan aspal. Sangkin senangnya, aku berteriak sekuat kuatnya :D :D. Kami pun kembali pulang ke rumah Kakek di desa Simasom tadi untuk mengambil kereta agar kami cepat pulang. Baju yang tadi basah sudah bercampur aduk dengan keringat. Kami pun minta izin pada Nenek dan Bou untuk pulang ke Pintu Langit. Dengan berbonceng 4, kami pun sampai :D . Dengan lelahnya, kami langsung mandi bergilir. Kami pun lega akhirnya masih bisa selamat, padahal kami sempat berpikir untuk tidur dihutan dan melanjutkan pencarian jalan keluar besok pagi. :D . Kami pun makan malam dengan kenyangnya sambil tersenyum kecil mengingat kejadian tadi. Tamat :D